Rabu, 06 Oktober 2010

Jenderal Timung dari Jombang (2-Habis)


Calon Kapolri yang Tak Pernah Berkelahi


JENDERAL TIMUNG - Komjen Timur Pradopo usai mengikuti perayaan HUT Ke-65 TNI di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (5/10/2010) dan ketika masih taruna Akademi Kepolisian RI. Saat kecil, nama panggilannya Timung.


Komjen Pol Timur Pradopo memang jarang pulang ke kampung halamannya di Gempollegundi, di Desa Gempollegundi, Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Jombang memang melahirkan banyak tokoh nasional sejak lama. Sebut saja nama yang beken ini: KH Abdurrahman Wahid bin KH Hasyim Ashyari bin KH Hasyim Asy'arie. Ketiganya sama-sama punya peran penting pada masanya masing-masing. Ada pula cendekiawan Prof Nurcholish Madjid dan Emha Ainun Nadjib yang juga dari Jombang.

Kini, Jenderal Timung, panggilan akrabnya, dari Jombang jadi pilihan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjadi calon Kepala Polri.

Meski jarang pulang kampung, Timung sering berkomunikasi dengan kerabatnya di Gempollegundi. Timung disebutkan sering menghubungi kerabatnya melalui telepon seluler.

“Sejak sekitar 10 tahun lalu, sejak ibu Timung tidak tinggal di sini, sejak itu pula Timung jarang ke sini. Kalau pun ke sini, paling hanya nyekar ke makam ayahnya,“ ujar Wilujeng, anak Suwarti (77), tante Timung, kepada wartawan SURYA, Selasa (6/20/2010).

Sedangkan Slamet Sutrisno (56), teman sekolah Timur Pradopo di SDN Gempolegundi dan SMP Katolik Kertosono, menuturkan, selain pendiam dan pandai di sekolah, Timung juga anak yang patuh kepada orangtua.

Tentang jiwa kepemimpinan Timung, Slamet mengaku tercermin dari sikapnya ketika menghadap teman-temannya yang nakal dan suka berantem.

Menurut Slamet, kendati usia Timung paling muda ketimbang teman-teman sekelasnya, kalau ada teman yang berantem justru dia mendamaikan. “Dia sendiri tidak pernah sekalipun berkelahi,” kata Slamet.

Hal mengesankan dan tidak bisa terlupakan, tambah Slamet, Timur Pradopo sering kali sarapan dengan nasi wadhang atau nasi sisa kemarin.

Subhanallah, Mas Timung itu sering kali makan nasi wadhang dengan bikin sambal sendiri. Dan sekolahnya pun tidak pakai sangu. Padahal ngayuh sepeda jelek ke Kertosono. Itu setiap hari dilakukan bersama saya,“ kata Slamet.

Keterbatasan seperti dialami Timung muda merupakan hal biasa bagi anak-anak dari keluarga kebanyakan di Indonesia. Mereka terbiasa hidup susah, tetapi banyak juga yang justru terpacu untuk menjadi lebih baik.

Lain lagi kisah sepupu Timur Pradopo, Kemal Pasha. Menurut dia, Timur merupakan sosok sangat bertanggung jawab.

Salah satu contoh, kata Kemal, demi membesarkan keenam adiknya, Timur sampai menunda perkawinannya sendiri. “Itu sungguh cermin tanggung jawab dan pengorban luar biasa,” kata pegawai negeri sipil (PNS) di Dishubkom Pemkab Jombang. (Sutono)