Rabu, 01 Desember 2010

Abd. Moqsith Ghazali: “Di Kaki Merapi, Kisah Nabi Ibrahim Tak Ada Lagi”

Bencana demi bencana yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini cukup menyibukkan berbagai kalangan. Masyarakat berbondong-bondong memberikan berbagai bantuan kepada para korban. Namun, ada kecenderungan naif di tengah masyarakat ketika menyikapi fenomena bencana ini. Ada sebagian orang yang mengait-ngaitkan bencana dengan azab Tuhan (teologis). Padahal, pernyataan itu tentu sangat menyakitkan hati para korban dan sangat tidak ilmiah. Untuk mengetahui penjelasan tentang teologi bencana, Vivi Zabkie dan Saidiman Ahmad mewawancarai Abd. Moqsith Ghazali, cendikiawan muslim. Wawancara ini disiarkan langsung, Rabu, 3 November 2010, dari KBR68H bekerjasama dengan Jaringan Islam Liberal (JIL) dan disiarkan 40 stasiun radio di seluruh Indonesia

Melihat bencana yang beruntun terjadi di Indonesia akhir-akhir ini, bagaimana sebenarnya agama memandang bencana dan bagaimana pula sikap yang baik dan benar yang bisa ditawarkan oleh agama dalam menghadapi bencana?

Oke, pertama ingin saya katakan bahwa pemerintah mestinya belajar dari sejumlah bencana yang telah berkali-kali terjadi sebelumnya. Misalnya tsunami di Aceh tahun 2004, dan juga bencana-bencana yang terjadi sesudahnya. Mestinya pemerintah makin mempunyai kecakapan teknis yang lebih baik tentang bagaimana mengelola bencana, bagaimana korban-korban bencana alam bisa dikelola dengan baik. Mestinya itu ditangani secara lebih baik dari tahun ke tahun, dari waktu ke waktu. Sungguh sangat disayangkan, kita tidak melihat perkembangan yang cukup signifikan dari pemerintah dalam hal-hal yang saya sebutkan tadi. Misalnya kasus tsunami di Kepulauan Mentawai semestinya sudah bisa diantisipasi sehingga korban tidak terlalu banyak. Begitu juga yang terjadi di gunung Merapi, Jogjakarta. Mestinya sudah bisa diantisipasi dan juga dilaksanakan semacam evakuasi paksa terhadap warga yang dengan argumen keyakinan keagamaannya tidak mau turun.

Pemerintah bisa melakukan evakuasi paksa sehingga tidak terjadi “bunuh diri massal” ketika terjadi erupsi Merapi itu. Masyarakat mestinya menghindar dan tidak menantang bencana yang memang sudah di hadapan. Itu sebabnya sebagian kiai berpandangan bahwa tindakan mereka yang tidak mau turun ke bawah adalah bunuh diri. Misalnya mengutip sebuah ayat di dalam al-Quran, al-Baqarah 2: 195, wa laa tulquu bi aidiikum ila tahlukah (dan janganlah kalian melemparkan diri kalian ke dalam kebinasaan). Pusat vulkanologi sudah jelas menyatakan bahwa sebentar lagi akan terjadi lelehan lava dan awan panas dengan tingkat suhu 600 derajad celcius bahkan lebih dari itu, tapi mereka tetap saja tidak mau turun untuk menyelamatkan diri. Itu sebabnya, sebagian tokoh agama memandang sebagai tindakan bunuh diri, boro-boro disebut sebagai mati syahid.

Kenapa mereka disebut sebagai orang-orang yang bunuh diri?

Iya, karena mereka sudah tahu akan ada bahaya yang mengancam jiwa, tapi mereka tidak mau menyelamatkan diri. Itu yang sangat disayangkan oleh tokoh-tokoh agama dan sebagian kiai yang saya kutip pendapatnya di atas dengan mengutip salah satu ayat al-Quran tadi.
Kalau kita melihat contoh di zaman Nabi, kita tahu bahwa ketika jumlah pengikut Nabi Muhammad hanya 10 orang dan jumlah musuh dari orang-orang musyrik Mekah lebih banyak, Nabi Muhammad tidak diperintahkan oleh Allah untuk menghadapi mereka. Tapi justru diperintahkan untuk berlari menyelamatkan diri sampai ke sebuah gunung yang disebut dengan gunung Tsur. Di puncak gunung itu ada sebuah gua yang hanya cukup untuk posisi duduk saja, tidak bisa berdiri. Moral story yang bisa kita petik adalah betapa seorang Nabi yang dijamin ma’shum (invallible,tidak mungkin salah) di dalam Islam pun diperintahkan oleh Allah untuk menyelamatkan diri. Bukan menantang maut dengan menghadapi ribuan orang musyrik Mekah. Tapi apa pun, kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan orang-orang yang ada di rumah Mbah Maridjan dan meninggal karena awan panas.

Tapi kita melihat beragam opini yang berbeda tentang sosok Mbah Maridjan ini. Ada yang membenarkan, ada pula yang menyalahkan. Bagaimana menurut anda?

Saya menyebutnya sebagai ironi. Memang ada sebuah ironi di sana. Di satu sisi, ada kiai-kiai yang menyatakan bahwa itu adalah tindakan bunuh diri. Sisi lainnya, oleh masyarakat kita, melalui media-massa, Mbah Maridjan dianggap sebagai sosok pahlawan yang patut dimuliakan, seolah-olah ia menunjukkan sikap kepemimpinan yang patut dicontoh dan penyerahan diri terhadap amanah, teguh pada pendirian; tidak dianggap telah menghancurkan jiwa.
Di dalam Islam, ada konsep yang disebut dengan hifzun nafs (memelihara jiwa). Tentu pandangan ini dianggap tidak populer, karena ini dianggap tidak mempunyai empati yang tinggi terhadap korban. Tapi dari perspektif keagamaan, “tindakan” Mbah Maridjan itu sangat berbahaya, mengancam jiwa orang-orang yang percaya kepada dia. Kita diperintahkan agama utuk menyelamatkan diri, tidak menantang kematian dan juga tidak membawa orang lain masuk dalam ancaman bahaya. Mbah Maridjan itu seolah memberi garansi kepada orang-orang yang berlindung dan percaya kepadanya, bahwa kira-kira lelehan panas lava tidak akan menyentuh rumah sang tokoh ini. Kalaupun rumah itu kena, lava akan mendadak dingin, seolah kisah Abraham ketika dilemparkan ke dalam bara api dan tiba-tiba api terasa dingin, akan terulang kembali.

Kadang-kadang orang memandang bencana sebagai rencana Tuhan dan ujian untuk orang beriman; dan azab bagi yang tidak beriman dan bermaksiat. Bagaimana anda melihatnya?

Sebenarnya kalau kita merujuk di dalam al-Quran dan juga hadis, ada beberapa istilah yang sering kali agak rancu. Mulai dari istilah mushibah, bala’ , adzab dan lain-lain. Bala’ itu sebenarnya dalam bahasa kita adalah ujian. Dan, ujian itu bukan saja dalam bentuk bencana, tetapi kehidupan dan kematian di dalam al-Quran juga disebut dengan ujian. Disebutkan dalam surah al-Mulk 67:2, al-ladzii khalaqal mauta wal hayata liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amala (…..yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian siapakah di antara kalian yang paling baik amal perbuatannya). Ujian apakah kehidupan kita bermanfaat atau tidak untuk orang lain. Apakah proses kematian kita baik atau tidak, itu yang menjadi ujian.

Nah, kalau yang disebut sebagai azab itu memang kita bisa memperdebatkanya secara panjang lebar. Apakah misalnya orang yang berada di Mentawai itu bisa disebut sebagai mendapatkan azab dari Allah. Apakah orang yang ada di Aceh karena mengalami musibah tsunami begitu rupa hingga 100 ribu lebih orang meninggal, itu azab atau bukan. Saya sendiri berpendirian itu bukan merupakan azab. Karena memang mereka itu hidup di daerah-daerah yang memang rawan terjadi bencana. Begitu juga orang yang tinggal di sekitar Merapi. Karena itu pemerintah mestinya berpikir lebih jauh ke depan apakah bisa direlokasi, misalnya, orang-orang yang tinggal di daerah-daerah yang rawan bencana, di Kepulauan Mentawai, di sekitar Merapi dan lain-lain.

Jadi mereka yang sedang terkena bencana di Mentawai dan Merapi jangan dianggap kena azab begitu ya…

Betul, karena azab itu tidak seperti itu. Azab itu kira-kira orang-orang yang melanggar prinsip-prinsip dasar kemanusiaan. Kalau kisah para nabi zaman dahulu kan azab itu diturunkan pada saat itu juga tanpa ampun. Nah, sejumlah literatur keislaman menyatakan bahwa azab dalam pengertian langsung memberi sanksi secara massal itu di dalam periode Nabi Muhammad tidak akan terulang kembali. Karena itu “pembunuhan massal” seperti dalam kisah Nabi Luth, dalam kisah umatnya Nabi Musa, Nabi Ibrahim dan lain-lain itu tidak akan terulang kembali.
Karena itu yakinlah bahwa yang terjadi sekarang ini bukan bentuk azab, dalam pengertian seperti di dalam kisah nabi-nabi jaman dulu itu. Mestinya kalau orang yang bermaksiat itulah yang akan mendapatkan azab, bukan orang Aceh atau Nias saja yang kena. Jakarta atau Singapura, misalnya, di sana ada bisnis judi yang besar sekali, atau Belanda misalnya di sana ada pelacuran di Red Light District, mestinya lebih duluan kena azab.

Siapa saja, baik bertakwa atau tidak, yang tinggal di daerah yang rawan bencana seperti di sekitar gunung Merapi di Jogjakarta, dia akan terkena dampak. Ketika waktunya mau meletus, ya meletuslah.

Jadi bagaimana memaknai azab dalam konteks sekarang?

Azab dalam konteks sekarang tidak bisa dimaknai sesuatu yang langsung turun dari Allah, benar-benar campur tangan Tuhan yang sedang marah. Azab misalnya bisa dimaknai sebagai akibat ulah tangan manusia. Disebutkan dalam al-Quran, ar-Rum 41, zhaharal fasadu fil barri wal bahri bima kasabat aidinnas (kerusakan di bumi dan di laut ini disebabkan oleh ulah tangan manusia). Karena itu banjir di Jakarta, misalnya, pasti bukan karena azab yang turun langsung dari Tuhan. Tapi karena kelalaian manusia, misalnya karena ada pendangkalan sungai, rawa-rawa dibangun perumahan. Jadi ini soal tata kelola kota.
Jangan cepat-cepat menghadirkan Tuhan di dalam peristiwa-peristiwa yang sebenarnya akibat ulah tangan manusia. Justru ketika kita katakan itu azab dari Tuhan, kita jadi tidak pernah belajar manajemen bencana, ilmu pengetahuan tentang alam, bagaimana cara kerja alam dan lain-lain.

Misalnya dalam peristiwa banjir Wasior di Papua. Presiden SBY bilang bukan karena penebangan hutan. Tapi kemudian Komnas HAM dan lainnya menganggap andil terbesar adalah karena penebangan hutan. Pemanasan global, misalnya, membuat musim tidak menentu. Para petani kerepotan karena mereka mengandalkan turunnya hujan yang jadwalnya harus tepat waktu. Pemanasan global jelas karena ulah manusia, bukan azab hasil “ulah” Tuhan. Tapi petani buru-buru mengatakan ini azab dari Tuhan. Ada cerita lucu, orang-orang kaya tidak mau segera naik haji karena takut “dibalas” oleh Tuhan di Mekah sana. Mereka percaya Tuhan akan turun langsung di sana. Apa yang menimpa mereka dan mereka anggap “pembalasan”. Itu kan peristiwa yang biasa saja, bisa terjadi di Mekah dan di tempat-tempat lainnya.

Mungkinkah Tuhan itu memberikan hukuman secara langsung kepada manusia?

Menurut saya, hukuman Tuhan itu tidak langsung. Misalnya Anda berzina lantas tiba-tiba besoknya Anda terbakar, atau tiba-tiba tubuh Anda ditolak oleh bumi, kan tidak begitu. Tuhan pun menyerahkan ini semua kepada hukum alam. Jadi siapa yang menodai prinsip-prinsip dasar kemanusiaan maka ia akan menerima efek buruknya.

Mengapa harus menyerahkan pada hukum alam?

Baik. Tuhan membuat semacam undang-undang. Nyatanya, siapa yang menebang pohon secara liar dan lain-lain akan menerima efek buruknya. Apakah ia beriman atau tidak beriman, itu bisa dipastikan. Jadi hukum alam yang berlaku bagi siapa saja. Karena itu, menurut saya, dengan undang-undang yang telah dibuat oleh Allah mestinya manusia mampu menangkap hukum Tuhan yang menjelma dalam hukum alam. Misalnya, siapa yang melakukan penyumbatan pada saluran air maka efeknya ke mana-mana. Itu hukumnya sudah begitu. Mestinya masyarakat mengerti bagaimana menangkap hukum alam. Hukum alam dapat dipahami melalui ilmu-ilmu yang dicapai oleh perkembangan ilmu pengetahuan modern sekarang. Msialnya, soal ekologi dan gempa. Ini kan sudah dipelajari. Termasuk soal gunung merapi. Soal gunung merapi itu tidak bisa diatasi dengan bertapa, berpuasa Senin-Kamis. Itu tidak bisa karena semua itu urusan alam. Dan gunung Merapi memang gunung yang paling aktif di dunia. Maka, siapa tinggal di situ akan kena dampaknya. Mestinya masyarakat pelan-pelan mulai menghindardari wilayah rawan bencana seperti ini. Jadi masyarakat harus disadarkan. Dipulihkan dari pandangan keagamaannya yang begitu, sehingga tidak serta-merta menyalahkan Tuhan; memandang bencana sebagai azab bagi orang yang durhaka, misalnya.

Tuhan sudah memberi hukum alam, sudah ada tanda gunung akan meletus...

Iya, mau meletus. Maka kamu menghindar. Sudah diperingatkan gelombang laut tinggi sekali, maka kamu dilarang melaut untuk sementara. Jadi tanda-tanda itu selalu ditemukan oleh akal pikiran manusia dalam bentuk ilmu pengetahuan modern. Tapi kenapa kita tidak beriman pada ilmu pengetahuan? Inilah masalahnya.

Bagaimana soal penunjukkan kuncen (juru kunci) Merapi itu?

Jangan pernah menyerahkan urusan kepada yang bukan ahlinya. Ini bahasa agama: idza wusidal amru ila ghoiri ahlihi fantazhiris sa’ah. Kalau satu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, bukan ahli gunung Merapi menjadi juru kunci gunung Merapi, ya tunggu saat kehancurannya. Karena itu kita sangat menyesalkan sejumlah orang yang bersama sang juru kunci ini tidak mau turun. Kalau saya, misalnya, bisa memahami Mbah Maridjan dengan segala keterbatasan pendidikan. Ia hidup di zaman di mana ilmu pngetahuan belum terlalu bisa diketehui dengan baik. Saya bisa memahami cara berfikir Mbah Maridjan. Yang tidak saya mengerti adalah anak-anak muda, generasi muda, sebagian wartawan yang bertahan bersama Mbah Maridjan di situ. Padahal kan bunyi sirine sudah berkali-kali. Kalau kita perhatikan di majalah Tempo dijelaskan bahwa kronologi lahar panas turun tidak sekaligus: ada dua menit, sepuluh menit dan seterusnya. Jadi gunung Merapi itu berkali-kali memberikan sinyal agar orang-orang pindah. Tapi ada orang yang tetap bertahan. Naifnya, orang-orang yang berilmu itu, yang sarjana, tidak mau turun. Itu yang sangat saya sayangkan. Karena itu, jangan-jangan gunung Merapi tidak memerlukan juru kunci. Yang diperlukan adalah kesadaran dari masyarakat secara umum untuk tidak tinggal di daerah-daerah seperti itu. Kok gunung Merapi ada juru kuncinya? Itu timbulnya dari mana?

Kalau soal karma?

Ada sebuah hadis yang menyatakan “Barangsiapa mencacimaki perilaku orang lain atas dosa yang ia lakukan, ia tidak akan mati kecuali melakukannya”. Maksudnya bahwa dalam kasus spesifik yang disebutkan oleh penanya antara kasus Presiden Sukarno dan Suharto. Suharto memperlakukan Sukarno begitu rupa, kemudian ia mengalami hal yang sama. Kenapa hal itu bisa terjadi? Karena presiden kedua ini tidak mau belajar dari kesalahan pemimpin sebelumnya. Ia melakukan kesalahan yang sama. Nah, kalau ia tetap memperlakukan hukum besi dalam mengelola pemerintahan, bertindak diktator dan sangat otoriter, maka hukumnya sama dengan pemimpin sebelumnya. Mau Hitler, Firaun atau siapa pun yang bersikap otoriter pasti tidak diperlakukan dengan baik. Bahkan selama 32 tahun itu tidak ada kebaikan yang dikenang. Karena masyarakat merasa tertindas oleh sejumlah perilaku dan tindakan yang ia lakukan. Bayangkan dengan Gus Dur yang hanya satu tahun lebih sedikit menjadi presiden. Ia dikenang begitu rupa oleh masyarakat dan seakan-akan kebaikan terus memancar dari dirinya. Padahal hanya satu tahun jadi presiden. Kenapa orang bisa lupa yang 32 tahun itu? Nah, saya khawatir kalau Presiden SBY tidak cepat belajar dari presiden-presiden sebelumnya, 10 tahun pemerintahannya tidak akan dikenang, akan dilupakan.

Mestinya karma itu bisa dihindari kalau kita mau belajar?

Mestinya. Karena kita bisa belajar dari orang lain, jangan sampai kesalahan yang kita lakukan itu sama. Misalnya kisah tentang Nabi Luth di dalam kitab suci. Saya menduga itu sebuah kisah fiksi. Kisah fiksi pun ada nilai yang diusung bahwa kira-kira ini filmnya horor. Kalau begitu, awas akan begini dampaknya. Itu kan berhadapan dengan masyarakat yang tidak tunduk pada hukum, masyarakat yang mengabaikan prinsip-prinsip moral publik.
Ya, itu penting sekali untuk dijelaskan karena banyak orang yang mengatakan bahwa azab itu rujukannya adalah kitab suci. Mereka percaya bahwa zaman dulu ada preseden di mana orang yang berbuat maksiat pasti ditenggelamkan. Apakah ada unsur-unsur gaib dalam bencana?
Apakah ada unsur-unsur gaib dalam bencana ini, kata al-Quran “la ya’lamul ghaiba illallah”, tidak ada yang tahu tentang hal gaib itu kecuali Allah. Nabi Muhammad sendiri tidak tahu. Sesuatu yang gaib itu hanya Allah yang tahu. Jadi tidak relevan kalau kita membicarakannya. Biarkanlah itu menjadi misteri.

Karena kalau kita membicarakan juga tidak bakalan tahu gitu ya?...

Biarlah itu menjadi misteri Tuhan saja. Kita bicarakan yang terang-benderang saja bahwa ini ada gunung Merapi yang aktif, bagaimana cara kita menangani. Sebagian besar wilayah kita adalah wilayah yang rawan bencana. Ini yang seharusnya kita pikirkan sebagai masyarakat yang memiliki wilayah domisili yang rawan terhadap bencana. Karena itu harus diserahkan kepada ahlinya. Ahlinya siapa? Merapi diserahkan kepada orang yang ahli di bidang itu, tapi bukan SBY. SBY kan sebagai leader. Karena itu segala kebijakannya harus mengarah kepada cara pengelolaan yang harus ada di daerah-daerah seperti itu. Tetap harus diserahkan kepada ahlinya. Kemampuan untuk memimpin dan lain-lain itu adalah keahlian juga.

Mungkin ia tidak tahu secara detail soal gunung Merapi?

Apakah ia seorang tentara, dokter atau lainnya, kalau dia punya kemampuan memimpin, maka ia dapat dipilih oleh masyarakat untuk memimpin. Dan dengan itu ia bisa mengangkat banyak menteri yang ahli di bidangnya kemudian segala persoalan bisa ditangani dengan baik.

Sebagai penutup?

Ya, bencana ini bisa dilihat dari sudut pandang ilmu pengetahuan modern. Misalnya, di bagian barat Sumatera itu adalah wilayah yang rawan bencana tsunami dan rawan gempa bumi. Terdapat sejumlah gunung berapi yang aktif di Indonesia. Karena itulah, masyarakat dengan kecanggihan teknologi dan temuan-temuan ilmiah, bisa menyesuaikan diri terhadap keadaan seperti ini. Di daerah-daerah rawan gempa, kita menjadi tahu bagaimana cara merancang bangunan rumah. Kita bisa belajar dari Jepang. Daerah yang rawan bencana, cara membangun rumahnya disesuaikan dengan kondisi itu. Jadi kita harus beradaptasi dengan alam dan lingkungan.

Jadi harus pandai-pandai melihat hukum alam ini ya?...

Jangan bunuh diri. Pesan terakhirnya jangan bunuh diri. Ketika gunung sudah meletus, ya kita harus menyelamatkan diri. Nabi saja, yang maksum, disuruh hijrah. Jangan bunuh diri dengan nekat mengahadapi serangan orang-orang musyrik Mekah ketika itu.

Selasa, 30 November 2010

Sebut Monarki, Kesalahan Strategi SBY

Robert Adhi Ksp/KOMPAS
Abdi dalem di Keraton Jogja

JAKARTA, KOMPAS.com — Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengibaratkan Keraton Kesultanan Yogyakarta sebagai bentuk monarki akhirnya memicu polemik di media massa.

Ini bukti kesalahan strategi komunikasi Presiden SB Yudhoyono.
-- Burhanuddin Muhtadi

Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi mengatakan, hal ini bukti kesalahan strategi komunikasi Presiden. Dikatakan Burhanuddin, terkait perdebatan RUU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang menjadi persoalan hanya pada poin apakah pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur sebaiknya dilakukan melalui penunjukan langsung atau pemilihan umum.

Sementara terkait keistimewaan DIY, hal ini sudah diakui oleh RUUK DIY. "SBY telalu memberi ruang tafsir seolah-olah dia menggugat keistimewaan Yogyakarta. Seharusnya Presiden langsung fokus ke persoalan terkait satu pasal yang sudah sekian lama tertunda karena tidak ada kesepakatan antara pemerintah-DPR, yaitu tentang pemilihan kepala daerah. Namun, poin ini tak langsung disasar SBY. Sebaliknya, dia justru muter-muter soal monarki," kata Burhanuddin ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (30/11/2010).

Ketika menyebut kata monarki, sambung Burhanuddin, Kepala Negara seharusnya memperjelasnya. Dalam ilmu dasar politik, ada dua jenis monarki. Pertama, monarki absolut yang tidak sejalan dengan demokrasi. Kedua, monarki konstitusional yang sejalan dengan demokrasi.

Perdebatan soal konsep pemilihan gubernur dan wakil gubernur DIY sebenarnya tak perlu terjadi jika Presiden bertemu langsung dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X dan berdiskusi langsung.

Burhanuddin membantah dengan anggapan sebagian pihak bahwa SBY mempersoalkan keistimewaan DIY lantaran Sultan kini aktif di organisasi Nasional Demokrat pimpinan politisi Surya Paloh.

Perdebatan soal perlu atau tidaknya pemilihan langsung gubernur DIY telah bergulir sejak periode pemerintahan SBY-Jusuf Kalla pada 2004-2009. "Waktu itu, Pak JK secara terang-benderang menyatakan bahwa pemilihan kepala daerah, termasuk Yogyakarta, harus dilakukan secara langsung. Akhirnya, perdebatan langsung masuk kepada substansi," katanya.

Minggu, 28 November 2010

Mimpi-mimpi Tokoh Tua

MOHAMAD SOBARY

Apa istimewanya ’mimpi-mimpi’ para tokoh yang saat ini berusia lebih dari 78 tahun? Bagaimana mimpi itu diletakkan di lintasan kehidupan tiga zaman pergolakan yang meresahkan?

Perancang, sekaligus editor buku ini, memiliki asumsi dasar mengapa pemikiran tokoh-tokoh tua perlu dibukukan. Pertama, orang-orang yang mengalami banyak hal di zaman-zaman yang meresahkan itu dengan sendirinya bisa berbicara tentang banyak hal yang patut diabadikan dalam bentuk buku.

Kedua, tiga zaman yang panjang itu memberi endapan pengalaman—pahit, getir, dan manisnya—yang dihayati sebagai makna hidup yang tetap melekat dalam kenangan anak-anak yang saat itu masih remaja, belum terampil menghubungkan satu fenomena dengan fenomena lain. Mereka pun belum terlampau menyadari perlunya menempatkan makna hidup tadi ke dalam konteks politik kebangsaan yang lebih luas.

Meskipun begitu, mungkin sekali mereka telah memiliki ’mimpi-mimpi’ buat masa depan: mimpi akan kemerdekaan bangsa, mimpi akan kehidupan lebih adil, atau mimpi meningkatkan dunia pendidikan, setara dengan bangsa asing. Semua ini kemudian menjadi bahan penulisan buku yang berharga.

Ketiga, sesamar apa pun ’mimpi-mimpi’ masa lalu itu, ketika mereka menginjak dewasa, niscaya mampu menjalinnya dalam kenangan sejarah sebagai wujud mimpi-mimpi orang dewasa. Dalam pemikiran kebudayaan, mimpi di tahap itu disebut aspirasi kultural yang menandai komitmen atau kepedulian mereka sebagai warga negara. Dan kita tahu aspirasi kultural macam itu harus direkam sebagai wujud ’cita-cita’ kolektif kita, maupun sebagai bagian ’bangunan’ tradisi politik kita. Di atas landasan asumsi-asumsi dasar seperti inilah, kira-kira, buku Guru-guru Keluhuran ini ditulis.

Judulnya merupakan penghormatan terhadap para penulis, yang memang layak memperolehnya. Ada sejumlah penulis yang merasa judul itu terlalu tinggi buat mereka. Tapi, perasaan itu malah membuktikan lebih jauh keluhuran budi mereka sebagai tokoh masyarakat, yang ”seranting ditinggikan, dan selangkah didahulukan” seperti citra keluhuran budi Minangkabau.

Latar belakang para tokoh yang diminta menuliskan mimpi-mimpi mereka sangat menarik. Ada wartawan terkemuka, ada tokoh dunia pendidikan, psikolog, filsuf, sosiolog, sejarawan, ekonom, tokoh dunia bisnis, dan birokrat. Ada pula sastrawan yang mengabdi bangsa lewat dongeng dan dunia anak-anak. Semuanya para ’empu’ dalam dunia ilmu.

Tokoh-tokoh ini diminta mengungkapkan—sebagaimana dapat dibaca di sampul depan buku—”ketulusan, kerendahan hati, dan penghayatan” atas pengalaman dan harapan tentang Indonesia merdeka. Beberapa dari tokoh ini menulis, bahwa di masa itu—ketika masih remaja—mereka belum memiliki gagasan politik keindonesiaan yang jelas sosoknya, seperti sudah diduga sebelumnya.

Tapi, kini, di usia di atas 78 tahun, para tokoh kita ini bermimpi mengenai Indonesia yang lebih baik, seperti impian kita semua. Karena mereka tahu, tata kelola pemerintahan kita berlangsung tidak berdasarkan suatu perencanaan yang ideal, dan berwawasan, melainkan hanya menyambung rutinitas yang telah ada. Dan kita tahu, rutinitas itu bagian yang kita kritik, kita keluhkan dan harus ditingkatkan, tapi kita tak melihat peningkatan itu.

Indonesia masa depan

Indonesia yang ’lebih baik’ itu merupakan aspirasi warga negara yang menaruh peduli, dengan kesungguh-sungguhan pribadi memikirkan nasib bangsa di masa depan. Di balik buku ini, ada gagasan besar yang memiliki perspektif masa depan yang jauh. Ini adalah buku antropologi politik yang menarik dan kaya detail pemikiran dan latar belakang daerah. Ditulis dari sudut pandang pribadi dan unik. Namun, karena latar belakang penulis semuanya kelas menengah perkotaan, terasa cita rasanya elite. Beberapa bahkan terlalu elitis: sibuk ’berkaca’ di dalam lapisan sosialnya, dan lupa akan lapisan sosial lain. Mereka lebih mewakili potret Indonesia, yang mewajibkan tiap anak—atau kita semua—bermimpi dan berharap–terwujudnya Indonesia yang lebih baik.

Tampaknya buku ini sedang berbicara mengenai tanda-tanda zaman—mungkin akhir zaman—yang membuat kita merasa risau, gundah, dan kecewa sehingga kita harus berbicara mengenai Indonesia yang ’lebih baik’ sebagai tema sentral.

Kapan lahir buku sejenis yang khusus memotret ’impian’ lapisan sosial bawah, yang masih tertindas, untuk ’bermimpi’ kebebasan—juga kebebasan ekonomi—yang membuat mereka merasa sebagai warga negara terhormat? Dan kapan kita selesai bermimpi?

Mohamad Sobary Budayawan

Mara: Pernyataan Juru Bicara Satgas Tendensius

Jakarta, Kompas - Juru bicara Aburizal Bakrie, yang juga Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Lalu Mara Satriawangsa menilai pernyataan Juru Bicara Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana tendensius dan terkesan memiliki agenda mempolitisasi permasalahan hukum.

”Baik juga kalau polisi memeriksa Satgas karena dalam berbagai pernyataannya, Gayus Tambunan pun menyebutkan bahwa Satgaslah yang menggiring supaya masalah ini dikaitkan dengan Bakrie,” kata Lalu Mara, Sabtu di Jakarta, menanggapi berita Kompas, Sabtu (27/11), halaman 4 dengan judul ”Perkara Gayus Tambunan: Satgas Koordinasi dengan KPK”.

Berita tersebut, menurut Mara, kurang adil karena pihak Bakrie tidak diberi kesempatan walaupun disebut berulang kali.

”Bahkan, kami menilai Satgas telah menuduh seolah-olah semua perusahaan Bakrie bermasalah soal pajak, padahal itu kan hanya beberapa perusahaan yang memiliki sengketa pajak. Sengketa pajak itu pun hal biasa,” kata Lalu Mara.

Dalam berita itu disebutkan, menurut Denny, salah satu kunci mengungkap kasus itu adalah mengetahui asal uang Gayus. Di bagian lain, Denny mengakui, ada 149 perkara pajak yang ditangani Gayus. ”Dan yang sering disebut adalah perusahaan Grup Bakrie,” katanya.

Denny menambahkan, setidaknya ada beberapa hal yang mengaitkan perkara Gayus dengan Grup Bakrie yang membutuhkan klarifikasi lebih lanjut.

Hormati hukum

Menurut Lalu Mara, proses hukum harus dihormati. ”Denny kan orang hukum, pasti tahu bagaimana proses hukum itu sendiri harus berjalan dan dijalankan sesuai aturan dan perundang-undangan. Yang terjadi, Denny dan Satgas telah mengadili perusahaan Bakrie melalui media massa,” katanya.

Padahal, menurut Lalu Mara, perusahaan tersebut adalah perusahaan publik. Laporan keuangannya telah diaudit oleh auditor independen dan selalu diumumkan secara transparan melalui media massa.

Ia menambahkan, arus kas perusahaan publik jelas, untuk apa dan siapa serta kapan, itu semua jelas. (DIS)

Sultan: Pemerintahan DIY Bukan Monarki

YOGYAKARTA, KOMPAS - Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X menyatakan, sistem pemerintahan di Provinsi DIY tidak berdasarkan sistem monarki. Meski Sultan HB X juga menjabat gubernur, hal itu ditempuh sesuai aturan yang berlaku.

”Saya tidak tahu yang dimaksud dengan sistem monarki yang disampaikan pemerintah pusat. Pemda DIY ini sama sistem dan manajemen organisasinya dengan provinsi-provinsi yang lain, sesuai dengan Undang-Undang Dasar, UU, dan peraturan pelaksanaannya,” kata Sultan Hamengku Buwono (HB) X kepada pers di kantor Gubernur Kepatihan, Yogyakarta, Sabtu (27/11).

Sultan HB X menyatakan hal itu menanggapi pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat membuka rapat kabinet terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (26/11). Beberapa media memberitakan, terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY, Presiden menyatakan, nilai-nilai demokrasi tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, tidak boleh ada sistem monarki yang bertabrakan, baik dengan konstitusi maupun dengan nilai-nilai demokrasi. ”Apakah yang dimaksud monarki itu karena kebetulan Sultan menjadi gubernur?” tanya Sultan HB X.

Sultan HB X mempertanyakan draf RUUK DIY yang diajukan pemerintah kepada DPR, apakah itu justru bukan bernapaskan sistem monarki? Ia menunjukkan, di dalam draf RUUK DIY itu, Sultan HB X dan Paku Alam yang bertakhta akan menduduki jabatan baru, yaitu Parardhya, yang memiliki beberapa kewenangan khusus. ”Di dalam draf RUUK pemerintah, Sultan dan Paku Alam ada di dalam institusi Parardhya, yang mendapatkan hak imunitas, ini berarti tidak bisa dijangkau hukum, apakah itu tidak bertentangan dengan konstitusi? Apakah itu demokratis atau malah monarki?” katanya.

Sultan HB X mengatakan, ia diangkat sebagai gubernur pada era Presiden BJ Habibie dan Megawati Sokernoputri sesuai mekanisme dan peraturan. DPRD mengajukan calon lewat fraksi, kemudian menggelar rapat pleno (sidang paripurna DPRD), keputusannya mohon kepada presiden untuk mengeluarkan SK pengangkatan gubernur.

Sultan HB X menyatakan, bila ia sebagai Sultan dianggap pemerintah pusat mengganggu penataan pemerintahan di DIY terkait pemilihan atau penetapan gubernur DIY, Sultan akan mempertimbangkan kembali jabatan gubernur yang dijabatnya itu. ”Kalau sekiranya saya dianggap pemerintah pusat menghambat proses penataan DIY, jabatan gubernur yang ada pada saya ini akan saya pertimbangkan kembali,” katanya.

Namun, Sultan HB X tidak memperjelas maksud pernyataannya itu. Ia mempersilakan publik menafsirkan sendiri.

Sultan HB X mengatakan, dalam proses demokratisasi, harus ada dialog dengan masyarakat yang didasari ketulusan dan kejujuran. Dengan demikian, masyarakat menjadi subyek dalam proses demokratisasi.

Terkait dengan pengisian jabatan gubernur-wakil gubernur DIY, menurut Sultan, hal itu harus ditanyakan kepada rakyat karena rakyatlah pemegang kedaulatan.

”Jangan sekadar melihat demokratis atau tidak demokratis hanya pada aspek prosedural. Kalau bicara aspek penetapan atau pemilihan (gubernur DIY), hak sepenuhnya menentukan itu ada pada masyarakat, bukan saya,” katanya. (RWN)

Jaksa Agung Baru


Terpilihnya Basrief Mengejutkan

TRIBUNNEWS.COM/BIAN HARNANSA
Jaksa Agung Basrief Arief berangkat dari rumahnya di Tanjung Duren, Jakarta Barat, untuk menghadiri pelantikannya di Istana Negara, Jumat (26/11/2010). Hari ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melantik Basrief Arif sebagai Jaksa Agung, menggantikan Hendarman Supandji.

JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar komunikasi politik Effendi Ghazali berpendapat, terpilihnya Basrief Arief sebagai Jaksa Agung definitif pengganti Hendarman Supandji cukup mengejutkan. Dia tidak menyangka bahwa Basrief yang sudah pensiun dari Kejaksaan Agung itu akan kembali, apalagi sebagai Jaksa Agung.

"Orang yang sudah pensiun kemudian ditempatkan kembali ke situ, padahal banyak desakan yang ingin Busyro di situ (KPK), Bambang di sana (Kejaksaan) dong, tapi diambil orang yang sudah terjun, dikembalikan," katanya seusai menghadiri peluncuran buku Pak Beye dan Kerabatnya di Grand Indonesia, Jakarta, Jumat (26/11/2010).

Meskipun demikian, keputusan Presiden memilih Basrief, menurut Effendi, tetap memiliki dasar pertimbangan, mengingat Basrief pernah menjadi Ketua Tim Pencari Terpidana dan Tersangka Tindak Pidana Korupsi atau Pemburu Koruptor.

Effendi juga berpendapat, gaya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tampaknya senang memilih orang yang tidak terdengar namanya sebelumnya itu bukanlah gaya baru. Presiden Soeharto, kata Effendi, juga demikian. "Pak Harto juga gitu kan, ada dua nama, tapi yang diambil bukan yang itu," katanya.

Namun, lanjut Effendi, jika sampai pada Hari Antikorupsi Internasional yang jatuh pada 9 Desember Basrief tidak juga membuktikan komitmennya dalam memberantas korupsi, maka semua pimpinan penegak hukum yang dipilih SBY memang orang yang lamban.

"Saya menunggu hasil evaluasi ICW (Indonesia Corruption Watch) pada hari korupsi internasional nih, kalau tidak, berarti pilihannya memang orang yang lambat," kata Effendi.

Senin, 18 Oktober 2010

Poligami, perbudakan dan etika seksual Alquran

Poligami, perbudakan dan etika seksual Alquran

Copyright 1994 by Zeeshan Hasan. Hak Cipta 1994 oleh Hasan Zeeshan. First published in Bangladesh in the Aug. 30, 1996 issue of the Star Weekend Magazine. Pertama kali diterbitkan di Bangladesh pada 30, Agustus 1996 isu Star Weekend Magazine.

Polygamy has become an established part of traditional Islamic law and practice; Muslims are accustomed to accepting that a man's right to more than one wife is firmly established in the Qur'an and the Hadith. Poligami telah menjadi bagian yang mapan hukum Islam tradisional dan praktek; Muslim terbiasa untuk menerima bahwa manusia hak untuk lebih dari satu istri yang mapan dalam Al Qur'an dan Hadis. Polygamy (specifically polygyny, the marriage of one man to many women) is thus considered unquestionably moral, even though it is obviously unfair; only men are allowed the privilege of it. Poligami (khususnya poligami, perkawinan satu orang banyak wanita) dengan demikian dianggap tidak diragukan lagi moral, meskipun hal ini jelas tidak adil, laki-laki hanya diperbolehkan hak istimewa itu. However, a close study of the Qur'an can enable one to see that the Islamic ideal of marriage is monogamous, with only husband-wife pairs. Namun, studi yang mendalam tentang Al Qur'an bisa memungkinkan satu untuk melihat bahwa Islam yang ideal pernikahan adalah monogami, dengan pasangan suami-istri saja. In fact, the Qur'anic stance on polygamy is the same as its stance on slavery; both are objectionable on ethical grounds, but tolerated due to the particular circumstances of Muhammad's community. Bahkan, sikap Alquran tentang poligami adalah sama dengan sikap pada perbudakan; keduanya diterima dengan alasan etika, tetapi ditoleransi karena keadaan tertentu's komunitas Muhammad.

To begin, let us look at the Qur'anic verses relating to polygamous marriage: Untuk memulai, mari kita lihat ayat-ayat Al-Qur'an berkaitan dengan perkawinan poligami:

If you fear that you will not act justly towards the orphans, marry such women as seem good to you, two, three, four; but if you fear you will not be equitable, then only one, or what your right hands own; so it is likelier you will not be partial. Jika Anda takut bahwa Anda tidak akan bertindak adil terhadap anak yatim, menikahi wanita seperti tampak baik untuk Anda, dua, tiga, empat, tetapi jika kamu takut Anda tidak akan adil, maka hanya satu, atau apa tangan kanan Anda sendiri, maka itu lebih mungkin Anda tidak akan parsial.
{Surah 4 (an-Nisa), verse 3} {Surah 4 (An-Nisa), ayat 3}

It should be immediately apparent that the Qur'anic stance on marriage is more complex than the traditional rule of upto-four-wives-at-once. Ini harus segera jelas bahwa sikap Al-Qur'an tentang perkawinan lebih kompleks daripada aturan tradisional upto-empat-istri-di-sekali. To begin with, a man is only allowed more than one wife if they can be treated equitably. The stated purpose of polygamy is for the sake of social justice: to enable society to "act justly towards the orphans". Untuk mulai dengan, seorang pria hanya diperbolehkan lebih dari satu istri jika mereka dapat diperlakukan secara adil:. Lain Tujuan poligami adalah demi keadilan sosial untuk memungkinkan masyarakat untuk "bertindak adil terhadap anak yatim". In the context of Muhammad's early Medinan community this makes plenty of sense, as the widows and children of martyred Muslims had few options to fall back upon for survival other than remarriage. Dalam konteks masyarakat Madinah awal Muhammad ini membuat banyak akal, sebagai janda dan anak-anak Muslim martir telah beberapa pilihan untuk jatuh kembali pada untuk bertahan hidup selain menikah lagi. Since warfare against the Meccan opponents of Islam killed many of the male Muslims, it was necessary to allow their widows to remarry the surviving men. Sejak perang terhadap lawan Mekah Islam membunuh banyak kaum muslimin laki-laki, maka perlu untuk memungkinkan janda mereka untuk menikah lagi orang-orang yang masih hidup. This would ensure that each widow and her children had a male to look out for their interests, without which their situation could have been difficult in the often patriarchal tribal society. Hal ini akan memastikan bahwa setiap janda dan anak-anaknya memiliki laki-laki untuk melihat keluar untuk kepentingan mereka, tanpa yang situasi mereka bisa sulit dalam suku masyarakat patriarki sering. This was especially important among the early Muslims of Medina, among whom much wealth was accumulated in the form of the spoils of battle and ransoms paid for enemies captured. Hal ini terutama penting di kalangan umat Islam awal Madinah, di antaranya banyak yang akumulasi kekayaan dalam bentuk barang rampasan pertempuran dan uang tebusan dibayar untuk musuh ditangkap. Such wealth was controlled by the men who gained it in battle, and these were the ones who would have the means to provide for additional wives and children. kekayaan tersebut telah dikendalikan oleh orang-orang yang mendapatkan itu dalam pertempuran, dan ini adalah orang-orang yang akan memiliki sarana untuk menyediakan tambahan istri dan anak-anak.

Polygamy is thus allowed to meet the specific needs of the early Muslim community at Medina. Poligami demikian diperbolehkan untuk memenuhi kebutuhan khusus dari komunitas muslim awal di Madinah. But what about in modern Muslim communities which have various institutions such as governmental and non-governmental agencies to look after the needs of destitute widows and orphans? Tapi bagaimana dengan di masyarakat Muslim modern yang memiliki berbagai institusi seperti non-pemerintah dan lembaga pemerintah untuk mengurus kebutuhan janda miskin dan anak yatim? The Qur'an simply does not provide any support for polygamy in this case. Al Qur'an tidak hanya menyediakan dukungan untuk poligami dalam kasus ini. To resolve the question of whether or not polygamy is a universally applicable institution, we need to probe deeper into the Qur'an and discover whether it is ultimately moral. Untuk mengatasi pertanyaan apakah atau tidak poligami adalah lembaga yang berlaku universal, kita perlu untuk menyelidiki lebih dalam Al-Qur'an dan mengetahui apakah ia akhirnya moral. In this regard the following verse is important: Dalam hal ini ayat berikut adalah penting:

You will not be able to be equitable between your wives, be you ever so eager; yet do not be altogether partial so that you leave her, as it were, suspended. Anda tidak akan dapat adil antara istri Anda, Anda pernah begitu bersemangat, namun jangan sama sekali parsial sehingga Anda meninggalkannya, seakan-akan, dihentikan.
(Surah 4 (an-Nisa'), verse 129} (Surah 4 (An-Nisa '), ayat 129}

Read alongside the previous verse, it becomes obvious that the practice of polygamy is morally questionable. Baca samping ayat sebelumnya, menjadi jelas bahwa praktek poligami secara moral dipertanyakan. In stark contrast to the previous allowance for multiple wives who are treated equitably, here the Qur'an flatly states that equitable behavior is impossible. Dalam kontras dengan penyisihan sebelumnya untuk banyak istri yang diperlakukan secara adil, di sini Al Qur'an tegas menyatakan bahwa perilaku adil adalah mustahil. The implication is that monogamy, and not polygamy, is the ideal for Muslims. Implikasinya adalah bahwa monogami, dan tidak poligami, adalah ideal bagi umat Islam.

Polygamy must then be viewed as a temporary phenomena, allowed only due to the social needs of the Messenger's community. Poligami kemudian harus dilihat sebagai sebuah fenomena sementara, hanya diperbolehkan karena kebutuhan sosial Messenger masyarakat. The Qur'anic stance on the ethical shortfalls of multiple marriages should result in their ultimate replacement by monogamy. Sikap Al-Qur'an tentang kekurangan etis dari beberapa pernikahan harus menghasilkan pengganti akhir mereka dengan monogami.

Traditional Muslim scholars have ignored the above possibility by treating only the verse permitting polygamy as legally valid. Tradisional cendekiawan Muslim mengabaikan kemungkinan di atas dengan hanya mengobati ayat itu mengijinkan poligami sebagai sah menurut hukum. The other verse, implying that multiple marriage is immoral due to the impossibility of equitable treatment, was assumed to have no legal force. Ayat lain, menyiratkan bahwa pernikahan multiple bermoral karena ketidakmungkinan perlakuan yang sama, dianggap tidak memiliki kekuatan hukum. It was regarded only as an ethical injunction to encourage men to treat their wives well, even if they could not be completely fair. Ini dianggap hanya sebagai perintah etis untuk mendorong orang untuk memperlakukan istri mereka dengan baik, bahkan jika mereka tidak bisa sepenuhnya adil. But this traditional interpretation misses the point. Tapi ini interpretasi tradisional melenceng. According to the Qur'an, the required equal treatment is impossible; thus polygamy is never completely ethical. Menurut Alquran, diperlukan perlakuan yang sama tidak mungkin, dengan demikian poligami tidak pernah benar-benar etis. Islamic law cannot be said to be "Islamic" if it does not fully incorporate Qur'anic ethics; thus polygamy cannot be universally permissible under Islamic law. hukum Islam tidak bisa dikatakan "Islam" jika tidak sepenuhnya memasukkan etika Al-Quran, sehingga poligami tidak dapat universal diizinkan menurut hukum Islam.

In discussing the ethics of marriage, we should realize that our commonplace perception of polygamy is profoundly influenced by our environment. Dalam membahas etika perkawinan, kita harus menyadari bahwa persepsi umum kita tentang poligami adalah sangat dipengaruhi oleh lingkungan kita. On the one hand, the norm of industrial society has become monogamous marriage; thus the Islamic position seems oddly permissive in allowing a man more than one partner. Much anti-Muslim polemic has been directed against the 'sexual promiscuity' of the polygamous Muslim male. Di satu sisi, norma masyarakat industri telah menjadi perkawinan monogami, sehingga posisi Islam tampaknya aneh permisif dalam membiarkan seorang pria lebih dari satu pasangan laki-laki. Banyak polemik anti-Islam telah diarahkan terhadap seksual 'pergaulan' Muslim poligami yang . It is important to realize, however, that these laws were revealed under considerably different circumstances. Adalah penting untuk menyadari, bagaimanapun, bahwa hukum-hukum ini diturunkan dalam keadaan yang berbeda jauh. In the context of pre-Islamic Arab society, the Qur'anic position represents a step toward monogamy rather than away from it. Dalam konteks masyarakat Islam Arab-pra, posisi Al-Qur'an merupakan langkah menuju monogami bukan darinya. Before Islam, societal rules regarding sexuality and marriage were tribal in nature and relatively flexible. Sebelum Islam, aturan sosial mengenai seksualitas dan perkawinan adalah suku di alam dan relatif fleksibel. Both men and women were allowed multiple spouses; some of the types of "marriage" which prevailed were essentially approved forms of prostitution. Baik laki-laki dan perempuan diperbolehkan beberapa pasangan, beberapa jenis "perkawinan" yang berlaku pada dasarnya disetujui bentuk prostitusi. A remnant of this permissive pre-Islamic ethic survives in the allowance in some Shi'i legal schools for temporary marriage (mut'a) whereby a couple can contract a marriage for an arbitrary fixed period, after which they are automatically divorced; the woman going her way with the bridal dowry, which cannot be returned. Sebuah sisa ini etika pra-Islam permisif bertahan dalam penyisihan di beberapa sekolah hukum Syi'ah untuk menikah sementara (mut'a) dimana pasangan bisa kontrak perkawinan untuk jangka waktu yang tetap sewenang-wenang, setelah itu secara otomatis bercerai; wanita perjalanan akan dengan mahar pengantin, yang tidak dapat dikembalikan. In this context, the Qur'anic legislation limited a woman to a single man and implied that monogamy was the moral ideal for men as well. Dalam konteks ini, undang-undang Al-Qur'an terbatas seorang wanita untuk seorang pria tunggal dan tersirat bahwa monogami adalah ideal moral bagi laki-laki juga. The one-sidedness of the reform, initially limiting only polyandry (multiple husbands) and not polygyny (multiple wives), should be seen as an intermediate stage separating pre-Islamic sexual immorality and Islamic monogamy. Satu-keberpihakan dari reformasi, awalnya hanya membatasi poliandri (suami multiple) dan tidak poligami (banyak istri), harus dilihat sebagai tahap peralihan memisahkan Islam seksual imoralitas dan monogami pra-Islam. Traditional Muslim legalists have been entirely concerned with the Qur'anic legal word on marriage, when the true issue should have been its moral position on sexuality. Muslim Tradisional legalis telah sepenuhnya peduli dengan hukum kata Al-Qur'an tentang perkawinan, ketika masalah yang benar seharusnya posisi moral pada seksualitas.

Further evidence is available to uphold monogamy as the Islamic ideal. Regarding the Qur'anic view of sexual ethics, there is an extremely important area which has been traditionally ignored: slavery. bukti yang tersedia untuk menegakkan monogami sebagai Islam. ideal lebih lanjut Mengenai pandangan Al Qur'an tentang etika seksual, ada daerah yang sangat penting yang telah secara tradisional diabaikan: perbudakan. Its immediate relevance to any discussion of Islamic sexual ethics becomes undeniable once we acknowledge the phenomenon of concubinage, that is, a free male's right to have sex with his unmarried slave-girl. Its relevansi langsung dalam pembicaraan etika seksual Islam menjadi disangkal begitu kita mengakui fenomena pergundikan, yaitu, bebas itu laki-laki hak untuk berhubungan seks dengan budaknya gadis-menikah.

Prosperous are the believers who in their prayers are humble, and from idle talk turn away, and at almsgiving are active, and guard their private parts, save from their wives and what their right hands won, then not being blameworthy. Sejahtera adalah orang percaya dalam doa-doa mereka yang rendah hati, dan dari omong kosong berpaling, dan pada zakat yang aktif, dan menjaga bagian pribadi mereka, menyelamatkan dari istri-istri mereka dan apa yang tangan kanan mereka menang, maka tidak tercela.
{Surah 23 (al-Mu'minun), verses 1-5} {Surah 23 (al-Mu'minun), ayat 1-5}

"What their right hands own" ( ma malikat aymanuhum ) is a frequently used Qur'anic term for slaves. "Apa yang tangan kanan mereka sendiri" (ma aymanuhum malikat) adalah istilah yang digunakan Al-Quran sering untuk budak. The quoted verse makes it legal for a man to engage in sexual relations with slave-girls whom he owns, thus making them his concubines without any marriage taking place between them. Ayat yang dikutip membuat hukum bagi manusia untuk melakukan hubungan seksual dengan budak-anak perempuan yang ia memiliki, sehingga membuat mereka selir tanpa perkawinan yang terjadi antara mereka. It is thus apparent that there are two kinds of sexual relationships which the Qur'an permits. Firstly, there is that which a man may have with his wife; secondly, there is that which he may have with his enslaved concubines. Dengan demikian jelas bahwa ada dua jenis hubungan seksual yang memungkinkan Al-Qur'an;. Pertama, ada yang seorang yang mungkin manusia dengan istri kedua, ada yang yang mungkin Anda miliki dengan gundik diperbudak nya. Thus we cannot develop a coherent picture of Qur'anic sexual ethics without incorporating a discussion of slavery. Jadi kita tidak dapat mengembangkan gambaran koheren seksual etika Al-Quran tanpa dilengkapi diskusi tentang perbudakan.

The custom of enslaved concubinage is ancient in the Middle East. Kebiasaan pergundikan diperbudak adalah kuno di Timur Tengah. In the Bible, it is narrated that Abraham (the messenger Ibrahim in the Qur'an) was asked byhis childless wife Sarah to make a concubine of her slave Hagar, that he might thereby have a son. Dalam Alkitab, hal ini diriwayatkan bahwa Abraham (Ibrahim utusan dalam Al Qur'an) adalah byhis diminta Sarah istri punya anak untuk membuat selir-nya budak Hagar, bahwa ia dengan demikian mungkin memiliki seorang putra. Their union produces his firstborn son, Ishmael (Genesis, chapter 16). persatuan mereka menghasilkan anak sulung-Nya, Ismael (Kejadian pasal 16). A similar practice prevailed in pre-Islamic Arabia, and the Qur'anic verse quoted above allowed it to be incorporated into Islamic law. Muhammad may even have engaged in concubinage; his earliest biography, the biography (sirah) of Ibn Ishaq, mentions his Coptic slave Mariya, a gift to him from the governor of Egypt, as the mother of his son Ibrahim who died in infancy. Praktek yang sama berlaku di Arab pra-Islam, dan ayat Alquran yang dikutip di atas memungkinkan untuk dimasukkan ke dalam hukum Islam;. Mungkin Muhammad bahkan telah terlibat dalam pergundikan awal biografinya, biografi (Sirah) Ibnu Ishaq, menyebutkan nya budak Koptik Marya, hadiah kepadanya dari gubernur Mesir, sebagai ibu dari anaknya Ibrahim yang meninggal pada bayi. Although some later Muslim historians have tried to claim that Mariya was Muhammad's wife rather than his concubine, the Sirah never explicitly states that he married her before the birth of their son. Meskipun beberapa Muslim kemudian sejarawan telah mencoba mengklaim bahwa Maria adalah istri Muhammad bukan selir-nya, Sirah tidak pernah secara eksplisit menyatakan bahwa ia menikahinya sebelum kelahiran anak mereka. Even without this evidence from the Messenger's life, there can be no doubt that concubinage was an acceptable and legal practice among Muslims for centuries afterwards. Bahkan tanpa ini bukti dari Messenger kehidupan, tidak ada keraguan bahwa pergundikan adalah hukum dan praktek yang dapat diterima di kalangan umat Islam selama berabad-abad setelahnya. One needs only look at the huge royal harems of the Abbasid Caliphs such as Harun al-Rashid's, which were populated by hundreds of concubines. Salah satu kebutuhan hanya melihat harem kerajaan besar dari khalifah Abbasiyah seperti Harun Al-Rasyid, yang dihuni oleh ratusan selir. These would almost all have to be enslaved concubines, as even the Caliph could have only four wives. Ini akan hampir semua harus selir diperbudak, sebagai khalifah bahkan bisa hanya empat istri.

Slavery itself was an established part of bedouin Arab culture, and the Qur'an discouraged but never outlawed it. Perbudakan itu sendiri adalah bagian mapan budaya Arab Badui, dan Alquran berkecil hati tetapi tidak pernah dilarang hal itu. Slaves consisted of women and children captured from caravans or rival tribes whose freedom was not ransomed by their clan. Budak terdiri dari perempuan dan anak-anak ditangkap dari kafilah atau suku saingan yang kebebasan tidak ditebus oleh kaum mereka. The ransoms paid for captives and the wealth accumulated in the form of slaves gave slavery an important position of the economy of the period. Uang tebusan dibayar untuk tawanan dan kekayaan terakumulasi dalam bentuk perbudakan budak memberikan posisi penting ekonomi periode. Thus slavery could not be eliminated overnight without considerable social upheaval, which was undesirable in the already embattled and often unstable Muslim community of Medina. Demikian perbudakan tidak dapat dieliminasi semalam tanpa pergolakan sosial yang cukup besar, yang tidak diinginkan dalam dan sering tidak stabil komunitas Muslim dimusuhi sudah dari Madinah. Thus slavery was allowed to persist, but the Qur'an established that to release slaves was a good deed, and should be done whenever possible to make up for one's moral shortcomings. Demikian perbudakan diizinkan untuk bertahan, tetapi Alquran menetapkan bahwa untuk membebaskan budak adalah perbuatan baik, dan harus dilakukan bila memungkinkan untuk membuat Facebook moral kekurangan satu.

God will not take you to task for a slip in your oaths; but He will take you to task for such bonds as you have made by oaths, whereof the expiation is to feed ten poor persons with the average of the food you serve to your families, or to clothe them, or to set free a slave. Allah tidak akan membawa Anda ke tugas untuk slip dalam sumpahmu, tetapi Dia akan membawa Anda ke tugas untuk obligasi seperti yang telah Anda buat dengan sumpah, kafarat kadarnya adalah untuk memberi makan sepuluh orang miskin dengan rata-rata makanan yang Anda layani untuk Anda keluarga, atau untuk pakaian mereka, atau untuk mengatur membebaskan budak.
{Surah 5 (al-Maidah), verse 89} {Surah 5 (Al-Maidah), ayat 89}

Aside from expiation of wrongdoing, owners were encouraged to allow slaves to enter into a contract by which they would earn their freedom. Selain dari penebusan kesalahan, pemilik didorong untuk memungkinkan budak untuk masuk ke dalam kontrak dengan mana mereka akan mendapatkan kebebasan mereka.

Those your right hands own who seek emancipation, contract with them accordingly, if you know some good in them; and give them of the wealth of God that He had given you. Mereka tangan kanan Anda sendiri yang mencari emansipasi, kontrak dengan mereka sesuai, jika Anda tahu beberapa baik dalam mereka, dan memberi mereka kekayaan Allah bahwa Dia telah memberikan anda.
{Surah 24 (al-Nur), verse 33) {Surah 24 (al-Nur), ayat 33)

So even though slavery is morally undesirable, the Qur'an continues to allow it in the context of the early Muslim community. Jadi meskipun perbudakan secara moral tidak diinginkan, Alquran masih terus mengizinkan dalam konteks masyarakat Muslim awal. However, the ethical encouragement to free slaves makes it obvious that Muslims are expected to move away from the practice. Namun, dorongan etis untuk membebaskan budak menjadikannya jelas bahwa Muslim diharapkan untuk menjauh dari praktek tersebut. Concubinage would thus disappear along with slavery, leaving intramarital sex the only permitted option. Pergundikan dengan demikian akan hilang bersama dengan perbudakan, meninggalkan seks intramarital yang diizinkan satunya pilihan. The connection with marital and sexual ethics is apparent, since polygamy and concubinage together represent departures from monogamy. Hubungan dengan etika perkawinan dan seksual jelas, karena poligami dan pergundikan bersama-sama merupakan penyimpangan dari monogami. Both departures are ultimately discouraged, leaving Muslims with the ultimate ideal of monogamy. Kedua keberangkatan pada akhirnya putus asa, meninggalkan Muslim dengan cita-cita utama dari monogami.

Most Muslims have already accepted half of this argument in the form of the widespread belief that slavery is immoral. Kebanyakan muslim telah menerima setengah dari argumen ini dalam bentuk keyakinan luas bahwa perbudakan adalah amoral. Yet Muslim conservatives, in attempting to preserve the traditional form of Islamic marriage, have ignored the Qur'anic implication that polygamy is similarly immoral. Namun konservatif Muslim, dalam upaya untuk melestarikan bentuk tradisional perkawinan Islam, telah mengabaikan implikasi Al-Qur'an bahwa poligami juga sama tidak bermoral. The connection between polygamy and slavery has not been properly treated, largely because concubinage has been ignored. Hubungan antara poligami dan perbudakan belum ditangani dengan baik, terutama karena pergundikan telah diabaikan. It may be that conservative Muslims are embarrassed by its existence, since it represents a form of extramarital sexual activity that the Qur'an expressly tolerates, at least temporarily. Ini mungkin bahwa Muslim konservatif yang malu dengan keberadaannya, karena itu merupakan suatu bentuk aktivitas seksual di luar nikah bahwa Al Qur'an tegas mentolerir, setidaknya untuk sementara. From the perspective of Qur'anic sexual ethics, however, the polygamy-concubinage link cannot be overlooked; if slavery and concubinage can be opposed on ethical grounds, then so can polygamy. Dari perspektif etika Alquran seksual, Namun, link-pergundikan poligami tidak dapat diabaikan, jika perbudakan dan pergundikan bisa dilawan dengan alasan etika, maka demikian poligami bisa.

In the Qur'an, polygamy and concubinage are two sides of the same coin. Dalam Al Qur'an, poligami dan pergundikan adalah dua sisi mata uang yang sama. Both represent temporarily permissible practices as society progresses towards the ideal of sexual monogamy. Keduanya merupakan diperbolehkan praktek sementara sebagai masyarakat berkembang menuju ideal monogami seksual. The conclusions reached from our study all point towards this end. Kesimpulan dicapai dari studi kami semua menuju titik akhir ini. It seems that at least in this case, the laws of Muhammad's community were never intended to be extended beyond their particular historical context. Tampaknya bahwa setidaknya dalam kasus ini, hukum itu komunitas Muhammad tidak pernah dimaksudkan untuk diperluas di luar konteks tertentu sejarah mereka. This implication, of course, has immense consequences for the meaning and applicability of "Islamic law" as a whole. Implikasi ini, tentu saja, memiliki konsekuensi besar bagi makna dan penerapan "hukum Islam" secara keseluruhan.

Minggu, 17 Oktober 2010

Aida: Cukup Saya Saja yang Jadi Korban KH Zainuddin MZ




RMOL. Nama Aida Saskia pernah beken sembilan tahun silam. Dia dikenal di jagad musik dangdut lewat lagu 'Ayam Jago.' Namun kepopuleran Aida rupanya hanya sekilas. Setelah menelurkan album Ayam Jago nama Aida pun tenggelam.

Kini, Aida muncul lagi dan mengaku memiliki hubungan terlarang dengan kiai kondang, KH Zainuddin MZ. Perkenalan Aida dengan da'i sejuta umat itu bermula pada saat dia mengisi acara organ tunggal di Bogor. Waktu itu, Aida masih belia, baru duduk di bangku kelas 1 SMA. Usai acara organ tunggal, wanita yang berprofesi penyanyi dangdut ini ditawari makan bersama oleh KH Zainuddin.

Tak sampai disitu. Usai makan bersama, keduanya pun saling bertukar nomor telepon Setelah bertukar nomor telepon, pertemuan pun berlanjut. KH Zainuddin sering menyempatkan bertandang ke rumah Aida yang masih tinggal dengan orangtuanya di Bogor. Keduanya menjadi sangat dekat. Hubungan terlarang itu berlangsung selama satu tahun lebih.

"Beliau sempat melamar saya dan berbicara kepada orangtua saya untuk meminta saya menjadi istrinya. Beliau ingin menikahi saya di Makkah," ungkap Aida.

Namun, lamaran yang diajukan Zainuddin ditolak karena perempuan kelahiran 1985 ini masih ingin menimba ilmu.

"Di saat beliau melamar, aku tolak karena masih ingin fokus sekolah dan karir. Apalagi, aku tidak mau mengganggu orang yang sudah berumah tangga," bebernya.

Setelah sembilan tahun berbohong dan menutupi hubungannya dengan Zainuddin MZ, pada Selasa (5/10) di hadapan beberapa media, Aida membeberkan hubungannya dengan Kiai yang pernah aktif di Partai Bintang Reformasi.

Aida mengaku mempunyai hubungan spesial dengan da'i yang populer dengan sebutan 'da'i sejuta umat' itu. Meski Aida mengaku tak pernah menikah dengannya.

"Satu hal yang membuat saya tidak bisa membuka mulut, karena permitaan Pak Zainuddin. Mohon maaf selama ini saya sudah berbohong. Tapi sejujurnya saya sangat tertekan selama ini," kata Aida.

"Aku menjalani hubungan itu karena keterpaksaan. Saya merasa tidak enak, dan sangat terpaksa menjalaninya," kata Aida sambil menutupi rahasia.

Namun dari pernyataan Aida bisa disimpulkan, bahwa ia terpaksa menjalani hubungan itu bersama Zainuddin MZ karena merasa memiliki utang budi dengan da’i tersebut. Karena faktanya, selama Zainuddin MZ mendekati Aida, Zainuddin berusaha mendekati keluarga Aida.

"Ayah aku menjadi ketua pengurus partai PBR cabang Bogor. Beliau juga sempat dekat dengan kakek aku. Sebelum kakek meninggal, almarhum sempat menyebut-nyebut nama Pak Zainuddin," kata Aida.

Aida belum mau membeberkan secara jelas, apa motif dibalik pernyataannya itu. Karena, Aida dengan Zainuddin MZ belum pernah melakukan pernikahan. Aida mengatakan, ia hanya ingin jangan sampai ada korban lagi seperti dirinya.

"Sekarang beliau kan terekspos lagi di media, banyak ceramah-cemarah di teve. Saya tidak ingin ada Aida-aida lainnya dan jangan tertipu dengan kharima beliau. Saya juga mau Pak Zainuddin jujur. Beliau kan orang yang sangat tahu agama, beliau juga pastinya tahu hukumnya orang berbohong," bebernya. [rry/zul]

Sibuk Dakwah, KH Zainuddin MZ Batalkan Buka-bukaan Soal Aida





RMOL. KH Zainuddin MZ secara mendadak batal menggelar jumpa pers. Sedianya pada kemarin sore pukul 15.00 WIB (Jumat,15/10), kiai kondang ini berjanji akan buka-bukaan soal isu tak sedap yang menimpanya. Aida Saski, seorang penyanyi dangdut sebelumnya, mengaku telah diperkosa oleh Sang Kiai.

"Tidak ada mas (jumpa pers). KH Zainuddin MZ masih sibuk dakwah," ujar sahabat Zainuddin, Habib Mahdi, Jumat (15/10).

Padahal sebelumnya, Hafiz Syahnara dari Forum Solidaritas Ulama mengatakan KH Zainuddin MZ akan blak-blakan mengklarifikasi tudingan pemerkosaan oleh pedangdut Aida Saskia itu pada kemarin sore.

Habib Mahdi melanjutkan, KH Zainuddin MZ tidak ingin memperkeruh perseteruannya dengan pelantun 'Ayam Jago' itu. Habib Mahdi adalah salah seorang ulama yang tergabung dalam tim mediasi antara Aida dan KH Zainuddin MZ.

"Dari kiai ada statement sumpah demi Allah bahwa ia tidak melakukan, tinggal (nunggu) dari Aida yang punya niat baik duduk bareng," tambahnya.

Mahdi mengaku bingung dengan berita yang menyebutkan Sang Kiai akan menggelar konferensi pers untuk meluruskan isu tersebut. "Itu dia, saya juga tidak tahu," kata Mahdi.

Tak ayal, Hafiz Syahnara dinilai plin-plan. Pasalnya, pada jumpa pers yang digelarnya pada Rabu, (13/10), di Hotel Atlet Century, Jakarta, dia mengatakan, Zainuddin akan jumpa pers dengan wartawan pada hari Jumat. Pada jumpa pers itu, Hafiz juga merilis hasil investigasi yang dilakukan beberapa ulama yang tergabung dalam FSU. Dalam rilis itu juga disebutkan bahwa sejumlah ulama tergabung dalam tim itu.

Tim investigasi terdiri atas KH Soleh Mahmud, Habib Mahdi Bin Syech Al Attas, KH Zuhri Yacob, KH Yusuf Mansyur, dan H.M Hafiz Syahnara. Sejumlah nama ulama kondang juga masuk dalam barisan FSU ini. Sebut saja Ustad Jefri Al Bukhori, Ustad Yusuf Mansyur dan Habib Selon yang juga ketua FPI Jakarta.

Namun, Ustad Yusuf Mansyur menyangkal terlibat dalam tim investigasi itu. Malah, Ustad Yusuf merasa namanya dicatut. Dikonfirmasi soal ini, Hafiz tak mau berkomentar.

Sabtu, 16 Oktober 2010

Kopor Jamaah Haji Banyak yang Rusak


SOLO–Kopor jamaah haji yang diturunkan truk pengangkut dari daerah asal jamaah calon haji ketika sampai di asrama haji banyak yang dalam kondisi rusak, seperti sobek pada jahitan, resleting yang jebol.

Kondisi kopor semacam itu jelas merugikan jamaah karena barang bawaan mereka bisa-bisa tercecer keluar, padahal barang-barang tersebut merupakan bekal saat mereka tinggal di Tanah Suci selama hampir 40 hari.

Mengingat, pihak penerbangan hanya mengijinkan kopor yang boleh dipakai berlabel garuda sehingga jamaah terpaksa tetap menggunakan kopor yang sudah dalam kondisi sobek, meski harus dilekatkan dengan menggunakan lakban.

Kepala Kantor Kemenag Kab Brebes Drs. H. Labib Mughni juga mengeluhkan hal yang sama ketika menerima kopor dari Semarang. Dia berharap kopor bantuan dari Garuda yang rusak dapat disiapkan penggantinya “Minimal saat tiba di asrama haji Donohudan Boyolali,” harap Labib.

Sementara itu, dua jamaah calon haji Masfiah binti Abdurrochman (62) yang diturunkan di bandara Hang Nadim Batam lantaran sakit bersama suami Noor Cholis bin H Nur (63) sudah dapat meneruskan perjalanannya menuju tanah suci setelah diterbangkan kembali bersama kloter 12 Jumat malam (15/10) lalu.

Hingga hari ketiga masa pemberangkatan jamaah calon haji melalui bandara Adisumarmo, PPIH embarkasi Solo telah menerbangkan12 kloter dengan 4.531 calhaj.

mch/taufik rachman

Jumat, 15 Oktober 2010

Suka Kentuti Orang, Remaja Lumajang Dibunuh Temannya

TEMPO/NURKHOIRI

TEMPO Interaktif, Lumajang - Jefri Hananta, 20 tahun, , Kamis (14/10) ini menjalani pemeriksaan aparat Kepolisian Sektor Jatiroto setelah melakukan pembunuhan terhadap Ribut Jupriyanto, 17 tahun, pada Rabu (13/10) tadi malam.

Motif pembunuhan adalah karena warga Dusun Krajan, Desa Jatiroto, Kecamatan Jatiroto, itu emosi lantaran korban, warga Perumnas Blok I/24 Dusun Krajan, Desa Jatiroto, Kecamatan Jatiroto, Kabupaten Lumajang, sering secara sengaja kentut di mukanya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Tempo, aksi penganiayaan hingga mengakibatkan korban meninggal dunia itu terjadi di Dusun Krajan, tepatnya di sebuah kebun rambutan. Polisi menyita sejumlah barang bukti, antara lain sebilah pisau tanpa gagang, baju korban, senapan angin serta sepasang sandal jepit.

Kejadian itu bermula ketika tersangka bermain remi di depan rumahnya. Permainan remi tersebut diwarnai saling ejek dan saling olok. Tak lama kemudian, korban yang berada di lokasi itu mengajak pelaku untuk mencari codot di kebun rambutan.

Sekitar 100 meter masuk ke dalam kebun rambutan, pelaku tiba-tiba menikam punggung serta dada korban. Terhitung ada sembilan luka tusuk yang dialami korban. Mengetahui korban jatuh tidak berdaya, pelaku berteriak minta tolong serta membawa korban ke Rumah Sakit PG Jatiroto dengan dalih korban ditusuk oleh pencuri rambutan.

Tak lama setelah menjalani perawatan di rumah sakit, korban meninggal dunia. Polisi yang mendengar laporan kejadia ini langsung melakukan olah tempat kejadian perkara. Belakangan kemudian diketahui kalau ternyata pelaku yang menikam korban dengan pisau.

Di hadapan penyidik, pelaku mengakui kalau dirinya yang melakukan penganiayaan hingga membuat korban meninggal dunia. “Saya jengkel karena dia sering kentuti saya dan mengejek saya,” kata pelaku di hadapan penyidik.

Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Lumajang Ajun Komisaris Kusmindar mengatakan tersangka dikenakan pasal berlapis yakni pasal 351 ayat 3 KUHP dan pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.

Sementara itu, Kepala Kepolisian Sektor Jatiroto Ajun Komisaris Mochamad Toha mengatakan pelaku saat ini ditahan di Mapolsek Jatiroto. “Terus kami lakukan pemeriksaan terhadap tersangka,” katanya.

Toha mengatakan, korban sehari-harinya adalah seorang buruh lepas dan kadang mengamen. Sementara pelaku adalah seorang buruh lepas. Toha juga mengatakan kalau dari keterangan pelaku diketahui kalau ternyata pelaku pernah terlibat kasus pencurian kendaraan bermotor dan jambret hingga pernah dihukum dua kali.

DAVID PRIYASIDHARTA

Cut Tari Dijerat dengan Undang-Undang Darurat

Cut Tari (kanan) bersama Pengacara Hotman Paris Hutapea. TEMPO/Prih Prawesti

TEMPO Interaktif, Jakarta - Tak menemukan celah di Undang-Undang Pornografi, penyidik Bareskrim Mabes Polri akhirnya menjerat presenter Cut Tari dengan Undang-Undang Darurat Tahun 1951. "Itu undang-undang waktu Indonesia masih negara serikat," ujar pengacara Cut Tari, Hotman Paris Hutapea, Kamis (14/10).

Ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Hotman mengatakan, penyidik dan jaksa menyerah lantaran tidak dapat menentukan dimana lokasi video mesum Cut Tari dengan Nazriel Irham itu dibuat. "Jaksa enggak mau P21 karena tempatnya enggak ketahuan," ujarnya.

Kata Hotman, Cut Tari dan Ariel tak mengingat tempat kejadian itu. "Kalau Cut Tari ingat 'main'nya, tapi gak egngat tempatnya, kalau Ariel enggak ingat 'main' dan tempatnya," ujar Hotman yang disambut gelak tawa wartawan.

Ia mengaku heran dengan dakwaan yang ditujukan kepada kliennya. Ia mengatakan pasal yang digunakan penyidik sangat umum. "Bunyinya, bahwa seseorang bisa dihukum pidana jika dianggap oleh hukum adat itu tindak pidana," ujarnya.

Menurut Hotman Undang-Undang Darurat itu seharusnya tidak lagi berlaku. Alasannya, "Dalam pertimbangannya nanti ditulis Undang-Undang Dasar Sementara, sekarang kan kita pakai UUD 1945," ujarnya.

Hotman menduga penggunaan pasal itu dikarenakan bisikan jaksa yang jengah dengan berkas perkara yang tidak rampung-rampung.

Video mesum Cut Tari dan Ariel Peterpan ini sempat heboh beberapa waktu lalu. Dalam video yang beredar luas itu, kedua insan itu terlihat melakukan perbuatan layaknya suami istri.

Hotman menambahkan, selain dijerat Undang-Undang Darurat, Cut Tari juga dijerat dengan pasal 282 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pemilik nama panjang Cut Tari Aminah Anasya bin Joeransyah ini pun terancam hukuman yang cukup berat. "Tiga bulan hingga sembilan tahun," ujarnya. "Kemungkinan Ariel dan Luna Maya juga kena pasal itu."

Perjalanan Hidup Aida Saskia & Isu Selingkuh Pak Kyai

celebrity.okezone.com

TEMPO Interaktif, Jakarta - Nama Aida Saskia mendadak menjadi buah bibir. Perempuan 25 tahun ini mengklaim sempat menjalin hubungan asmara dengan da'i sejuta umat Zainuddin MZ. Aida juga menuntut Zainuddin MZ mengakui pernah berhubungan intim dengannya di depan publik serta meminta maaf.

"Saya ingin memberikan pelajaran buat beliau, agar sesuai dengan isi ceramahnya," kata Aida Saskia usai menonton film Rintihan Kuntilanak Perawan di Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (12/10) malam.

Siapa Aida? Dia adalah penyanyi dangdut yang melantunkan lagu Ayam Jago. Aida, lahir dan besar di Bogor, Jawa Barat. Cewek kelahiran 6 Juli 1985 itu bersekolah di SMPN 1 Mega Mendung, Cisarua, Bogor. Ia kemudian melanjutkan ke SMA Yayasan Zaelani Al Mansyur di kawasan Cisarua.

Anak pertama empat bersaudara itu sejak duduk di bangku sekolah dasar menekuni dunia tarik suara. Saat sekolah menengah pertama, Aida sempat menjalani rekaman lagu bergenre pop. Namun ia kemudian pindah ke jalur dangdut. Ketika baru masuk SMA, Aida menjalani rekaman lagu dangdut. Namun saat itu kurang sukses. Ia kemudian masuk ke perusahaan rekaman Selecta Record.

Selain menjadi penyanyi dangdut, Aida juga pernah main sinetron dan membintangi sejumlah iklan seperti iklan permen, motor dan pembersih wajah. Aida mengaku cukup sering tampil di layar kaca. Ia biasanya diminta menyanyi di sejumlah acara di sebuah stasiun televisi seperti 'Gerebek Pasar' dan 'Dangdut Never Dies'.

Menurut pengacara Aida, Alamsyah Hanafiah, kliennya mengenal Zainuddin saat berusia 16 tahun. Ayah Aida sebenarnya adalah teman Zainuddin di organisasi yang mereka tekuni bersama. "Sehingga Zainuddin menemui Aida selalu atas sepengetahuan orang tuanya. Ada sebuah rumah makan yang menjadi langganan Zainuddin, ketika dia melakukan pendekatan ke Aida," kata Alamsyah.

Zainuddin MZ membantah pengakuan sepihak Aida ini. Namun, dia sempat menghilang dari kejaran pers. Dihubungi lewat telepon Zainudin juga tak menjawab. "Sudah sekitar seminggu ini Pak Kyai tidak ada di rumah," kata Yono, penjual bakso keliling yang biasa mangkal di depan rumah KH Zainuddin MZ, Gandaria, Jakarta Selatan, Selasa, (12/10). (Baca: Zainuddin MZ Bersumpah Tak Pernah Berbuat ...)

Padahal, sebelum tersangkut skandal tersebut, sehari-hari Zainuddin dikenal sebagai pribadi yang terbuka. Menurut pedagang yang sudah tiga tahun berjualan baso di depan rumah KH Zainuddin MZ itu, mantan ketua Partai Bintang Reformasi hampir setiap sore bercengkrama dengan warga sekitar rumah. "Pak Kyai biasa melakukan apa saja dengan warga. Bercanda-candaan," tutur Yono.

Bahkan, Yono melanjutkan, Zainuddin termasuk penggemar baso jualannya. "Pak Kyai juga paling senang dengan bakso saya," ujar pedagang asal Wonogiri yang merantau di Jakarta sejak 35 tahun silam.

Berdasarkan pantauan Tempo, rumah Zainuddin terlihat sepi. Pintu gerbang rumah ditutup. Dari celah-celah pintu, terlihat tiga sedan terparkir di garasi. beberapa penjaga tampak duduk-duduk di belakang pintu. "Rumah sepi. Istri Pak Kyai juga tidak ada," kata penjaga rumah Zainuddin.

MUSTHOLIH | ANGIOLA

Kisruh Aida-Zainuddin MZ Bermula dari Kasus Video Ariel

Zainuddin Mz (Tempo) dan Aida Saskia (Okezone)

Jakarta - Penyanyi dangdut Aida Zaskia membuat pengakuan menggegerkan pekan lalu. Ia mengaku menjadi korban tindakan asusila Da'i Sejuta Umat Zainuddin MZ. Alasan Aida mengungkapkan itu: ceramah Zainuddin soal perbuatan perkosaan terkait kasus video Nazril Irham alias Ariel eks-Peterpan dengan Luna Maya serta Cut Tari.

Aida adalah penyanyi dangdut yang melantunkan lagu Ayam Jago. Dia lahir dan besar di Bogor, Jawa Barat. Cewek kelahiran 6 Juli 1985 itu bersekolah di SMPN 1 Mega Mendung, Cisarua, Bogor. Ia kemudian melanjutkan ke SMA Yayasan Zaelani Al Mansyur di kawasan Cisarua.

Anak pertama empat bersaudara itu sejak duduk di bangku sekolah dasar menekuni dunia tarik suara. Saat sekolah menengah pertama, Aida sempat menjalani rekaman lagu bergenre pop. Namun ia kemudian pindah ke jalur dangdut. Ketika baru masuk SMA, Aida menjalani rekaman lagu dangdut. Namun saat itu kurang sukses. Ia kemudian masuk ke perusahaan rekaman Selecta Record.

Selain menjadi penyanyi dangdut, Aida juga pernah main sinetron dan membintangi sejumlah iklan seperti iklan permen, motor, dan pembersih wajah. Aida mengaku cukup sering tampil di layar kaca. Ia biasanya diminta menyanyi di sejumlah acara di sebuah stasiun televisi seperti 'Gerebek Pasar' dan 'Dangdut Never Dies'.

KRONOLOGI KISRUH AIDA-ZAINUDDIN

* Pada 7 Oktober 2010, Aida Zaskia menggelar konferensi pers di Restoran Hayam Wuruk, Tebet, Jakarta Selatan. Dalam jumpa pers tersebut, wanita 25 tahun itu mengaku sebagai mantan pacar Da'i Sejuta Umat Zainuddin MZ. Padahal, Zainuddin sudah memiliki istri. Bahkan, Aida mengaku pernah dilamar Zainuddin.

Mengenai alasan Aida membuka aib tersebut, pengacara Aida, Alamsyah Hanafiah, mengatakan kepada Tempo, "Pak Zainuddin berceramah soal kejinya perbuatan perkosaan, yang saat itu sedang marak pembicaraan kasus Ariel, Luna, dan Cut Tari. Di situlah hati Aida terbakar amarah."

Menurut Aida, ia bertemu Zainuddin pada 2001 saat ia masih 16 tahun. Aida bertemu Zainuddin ketika ia bernyanyi bersama organ tunggal di sebuah acara.

* Pada 10 Oktober 2010, Aida kembali menggelar konferensi pers. Bersama penasihat hukumnya, Alamsyah Hanafiah. Aida mengajak wartawan ke sebuah vila di kawasan Puncak, Cisarua, Bogor. Di situ, Aida mengaku diperkosa Zainuddin.

Aida membeberkan kronologi pemerkosaan yang dilakukan Zainuddin terhadap dirinya. Menurut Aida, ketika berusia 16 tahun, dia diajak mampir ke Rumah Makan Mirasari, Puncak, Bogor. Rumah makan tersebut dekat dari rumah Aida dan Zainuddin juga sering mengajak Aida sekeluarga makan bersama di situ.

Setiba di rumah makan itu, Zainuddin mengatakan ke Aida bahwa di situ tidak ada lagi tempat yang kosong. Sehingga terpaksa harus mencari rumah makan di tempat lain. Kebetulan di sebelah rumah makan itu ada villa.
Di villa itulah Aida mengaku dirampas keperawanannya oleh sang da'i kondang.

* Pada 12 Oktober 2010, Aida ditemui sejumlah wartawan di fX Senayan, Jakarta Selatan. Dalam keterangannya, Aida kembali meminta Zainuddin meminta maaf kepadanya.

* 13 Oktober 2010, Kiai Haji Zainuddin MZ melalui Forum Solidaritas Ulama membantah keras tuduhan berbuat asusila terhadap. Bantahan itu disampaikan rekan dekat Zainuddin dari Forum Solidaritas Ulama, HM Hafiz Syahnara.

Hafiz, yang menjadi juru bicara Forum Solidaritas Ulama, menyatakan, Zainuddin MZ sempat bersumpah tidak pernah berbuat asusila terhadap Aida. Forum tersebut merupakan kumpulan para pendukung da'i sejuta umat itu.

"Demi Allah, tidak pernah melakukan (perbuatan) itu," kata Hafiz mengutip sumpah Zainuddin MZ di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (13/10) malam. Perkataan sumpah, kata Hafiz, dilontarkan Zainuddin MZ saat pertama kali mendengar kabar itu.

Menurut Hafiz, Zainuddin MZ begitu terganggu terkait isu perselingkuhannya dengan Aida belakangan ini. Namun, dia memilih diam. "Begitu juga dengan istrinya. Beruntung, pak haji cukup sabar dan bisa menahan emosi jadi tidak banyak bicara," tutur Hafiz.

Zainuddin pun rencananya secara langsung menjawab tuduhan tersebut pada Jumat (15/10) besok.

Zainuddin M.Z. Sangkal Tudingan Pemerkosaan

Zainuddin Mz (Tempo) dan Aida Saskia (Okezone)

TEMPO Interaktif, Jakarta - Dai yang kerap dijuluki "dai sejuta umat", Zainuddin M.Z., akhirnya angkat bicara. Setelah selama sepekan berdiam diri atas tudingan pemerkosaan yang dilontarkan biduan dangdut Aida Zaskia, Zainuddin membantah tuduhan tersebut. Menurut juru bicara Forum Solidaritas Ulama, Hafiz Syahnara, Zainuddin bersumpah tidak pernah berbuat asusila terhadap Aida.

"Demi Allah, tidak pernah melakukan (pemerkosaan) itu," kata Hafiz di Hotel Atlet, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu malam lalu, mengutip omongan Zainuddin.

Zainuddin akan buka-bukaan dalam konferensi pers, yang rencananya digelar pada hari ini. Sejak Aida menggelar jumpa pers pekan lalu ihwal hubungan asmaranya dengan Zainuddin, dai itu menghilang dari rumahnya. Dia juga tak lagi memandu acara pengajian di masjid dekat rumahnya, Gandaria, Jakarta Selatan. Menurut Hafiz, Zainuddin merasa nama baiknya telah dicemarkan. "Aida diduga telah didanai pihak ketiga untuk melakukan pembunuhan karakter kepada Pak Haji, keluarga, dan umat," ujarnya.

Menurut Hafiz, Zainuddin sangat terganggu oleh tudingan itu. Namun ia memilih diam. "Pak Haji sudah pasti terganggu sejak Aida gencar bicara di media massa," tuturnya.

Heboh berita Zainuddin M.Z. menjalin hubungan terlarang dengan pelantun tembang Ayam Jago itu mencuat sejak 7 Oktober lalu. Aida mengaku berselingkuh setelah diperkosa dai kondang tersebut di sebuah vila di Cibogo, Puncak, Bogor, sembilan tahun lalu. Menurut Aida, perkenalan dengan Zainuddin terjadi saat perempuan itu masih berusia 16 tahun. Ayah Aida merupakan teman berorganisasi Zainuddin. Suatu saat, atas izin orang tua Aida, Zainuddin mengajak penyanyi dangdut organ tunggal itu bersantap di sebuah rumah makan.

Saat tiba di rumah makan itu, rupanya tak ada tempat kosong. Zainuddin pun menyarankan mencari tempat lain. "Kebetulan di sebelah rumah makan itu ada vila," ujarnya. Di vila itulah Aida mengaku diperkosa. Aida mengaku sempat joget-joget berdua di kamar bersama Zainuddin.

Namun Aida baru mengaku kepada orang tuanya enam tahun setelah peristiwa tersebut. Ayah Aida saat itu meminta pertanggungjawaban Zainuddin. Sang kiai mengusulkan mereka menikah di Mekah. Tawaran itu ditampik ayah Aida. Zainuddin dan ayah Aida akhirnya sepakat berdamai dan Zainuddin menjanjikan Aida uang Rp 1 miliar beserta rumah dan kendaraan. Ayahnya berjanji akan tutup mulut.

"Namun janji Zainuddin tersebut tak pernah dibuktikan. Akhirnya Aida dan keluarganya membuat pengakuan jujur ini," tutur kuasa hukum Aida, Alamsyah. "Saya ingin memberi pelajaran buat beliau, agar sesuai dengan isi ceramahnya," kata perempuan 25 tahun ini berapi-api.

Alih-alih memenuhi dua tuntutan tersebut, dai kondang tersebut malah mengutus seorang habib ke rumah Aida pada Sabtu pekan lalu. Menurut Aida, tujuan kedatangan habib itu adalah menyelesaikan kisruh perselingkuhannya dengan Zainuddin secara baik-baik. "Beliau janji, saya akan dikasih uang Rp 1 miliar, modal usaha, rumah, dan kendaraan," tutur Aida. Namun Aida masih sebal karena Zainuddin tak datang sendiri.