Selasa, 05 Oktober 2010

Membaca Pojok Kewiraswastaan Nitisemito

"Merdeka! Dengan ini kami menerangkan, bahwa kami di Temanggoeng telah mempoenyai pembelian tembakau sebanjak + 8 ton, oentoek keperloean kami poenya peroesahaan. Tembakau terseboet hingga ini waktoe misih beloem dapat membawa poelang, olih kerna kantor Tjoekai Temanggoeng melarang kloewarnja tembakau2 daerah sana, kaloe si pembeli tidak mempoenjai soerat idjin dari kantor Tjoekai tempat si pembeli. Maka dari itoe, kami mintak dengan hormat, mohon soerat idjin, oentoek membawa poelang tembakau terseboet. Sebeloem dan sesoedah kami membilang banjak trima kasih."

Begitu bunyi surat Nitisemito yang ditujukan kepada Kepala Kantor Bea Cukai Kudus pada 17 November 1947. Surat ketikan di kertas putih yang sudah menguning kecoklat-coklatan itu berada di lemari kaca di pojokan ruang Museum Kretek Kudus.

Surat tersebut bersanding dengan aneka macam peninggalan Nitisemito yang disimpan di Museum Kretek Kudus, seperti belangkon, foto-foto, jam gandul, nota, bungkus rokok, tempat rokok, dan sejumlah surat niaga. Di pojok ruang itu, pengelola museum mencantumkan tema ruang pamer bertuliskan, "Kehidupan Kewiraswastaan Nitisemito".

Nitisemito merupakan pengusaha rokok kretek Kudus yang lahir di Desa Jagalan, Kudus, pada 1874. Nitisemito yang mendapat julukan "radja kretek" tersebut memiliki perusahaan rokok kretek cap Bal Tiga dengan produk utamanya rokok kretek klobot (kulit) jagung.

Penulis buku Kretek, The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes (2000), Mark Hanusz, terkagum-kagum dengan semangat kewirausahaan Nitisemito yang bernama asli Rusdi. Dia menuliskan, Nitisemito memulai karier kewirausahaannya sebagai penjahit di Malang, Jawa Timur, pada umur 19 tahun.

Kemudian, dia kembali ke Kudus dan bekerja sebagai pedagang kerbau dan minyak kelapa, tetapi usaha itu gagal. Lantas dia menjadi kusir dokar sembari menjual tembakau. Suatu ketika, Nitisemito yang gemar merokok itu bertemu Nasilah, pembuat bungkus rokok dari klobot, yang kemudian dijadikan istrinya.

Perjumpaan itu menimbulkan gagasan untuk "menjahit" tembakau, cengkeh, dan klobot, menjadi rokok kretek klobot Bal Tiga. Promosi yang dilakukan Nitisemito luar biasa, seperti memberikan hadiah sepeda, kendaraan mewah kala itu, kepada pembeli rokoknya. "Dapet satoe sepeda!! Belilah rokok tjap Bal Tiga" demikian bunyi iklan yang dibuat Nitisemito seperti dikutip Mark Hanusz dalam bukunya. Selain itu, Nitisemito pernah menyewa pesawat Fokker untuk mempromosikan dagangan ke Bandung dan Jakarta.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Museum Kretek Kudus Suyanto, Sabtu (2/10), di Kudus, mengatakan, semangat kewirausahaan dan keuletan Nitisemito itulah yang menarik perhatian pengelola museum sehingga mengambil tema "Kehidupan Kewiraswastaan Nitisemito". Dengan semangat kepribumian dan keterbatasan pendidikan, Nitisemito mampu menjadi pengusaha rokok tersukses pada zamannya sekaligus menjadi pemicu berdirinya perusahaan-perusahaan rokok di Kudus.

Kejayaan Nitisemito tidak untuk dirinya semata. Dia menyelamatkan banyak pribumi dengan mempekerjakan mereka sebagai karyawannya. "Kami berharap generasi muda Kudus dapat meneladani semangat kewiraswastaan Nitisemito," kata Suyanto.

Secara terpisah, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus, Sancaka Dwi Supani, mengatakan, salah satu peninggalan unik Nitisemito adalah jam gandul atau lonceng. Jam-jam tersebut diberikan Nitisemito kepada masjid-masjid hampir di setiap daerah di Indonesia.

"Bagi Nitisemito, jam atau waktu merupakan sesuatu yang sangat berharga. Setiap detik, setiap menit, atau setiap jam, merupakan saat untuk berkarya," kata dia. (HENDRIYO WIDI)